Skip to main content

Akan Jadi Memoar

Kala itu, di suatu hari yang tenang pada masa lockdown, kalangan pelajar dikejutkan dengan postingan salah satu politisi yang mengumumkan bahwa UN di semua jenjang pendidikan ditiadakan. Tentu, langsung terbentuk dua kubu netizen : pro dan kontra. Si Pro memperjelas di kolom komentar akan penghapusan UN tersebut, sedangkan Si Kontra ada yang mengumpat diam-diam ada pula yang menyindir kebijakan tersebut dengan halus, mengatakan bahwa usaha yang telah dilakukan para pelajar dalam mempersiapkan UN cenderung sia-sia. Berbeda tipe dengan para pelajar, mereka yang telah mempersiapkan dengan baik Ujian Nasional bersedih. Tidak bisa menuangkan pemikirannya, aspirasinya, daya upayanya, serta kemampuannya di dalam ujian tersebut, ekspektasi nilai maksimal pun raib ditelan cuitan-cuitan komentar netizen yang beragam. Di sisi lain, Si Malas Belajar dan yang terlalu santai dalam mempersiapkan Ujian Nasional tersenyum bahagia, toh mereka tidak merasa sia-sia hidupnya karena belum berusaha maksimal. Entah mengapa, kami para calon lulusan angkatan 2020, yang terbagi menjadi kelas 6, 9, dan 12 agak kurang beruntung karena kelulusan kami diuji tuhan dengan pandemik seperti ini. Semoga saja semua kami mendapat pesan ujian dari tuhan tersebut. Semoga semua kita bisa mengambil hikmah dari apa yang terjadi sekarang. Serta, menjadikan momen ini untuk menggali jatidiri kita yang sebenarnya. Agar kita menjadi versi terbaik dari diri kita yang paling ‘kita’ ketika masa kelabu ini usai.  

Sedih memang, ketika manusia yang sejatinya adalah makhluk sosial disuruh ‘isolasi’ dirinya sendiri dirumah. Berhenti bersosialisasi dengan para tetangga, teman dan sahabat, serta guru bagi para siswa. Biasanya berangkat pagi-pagi ke sekolah, membeli bahan makanan sehabis sarapan, atau langsung menuju kantor pagi-pagi buta sekarang dihadapkan daengan pilihan tagar dirumahaja. Anggap saja kita pejuang lockdown yang ikut berperang membasmi virus ini, yang bisa menjadi kenangan di masa tua kita. Berperang tanpa senjata, melawan musuh dengan rebahan.  

Salah satu cara untuk menjaga mood kita pada masa-masa sulit ini adalah dengan menikmati hidup. Semakin kita menikmati hidup maka kita akan semakin bersyukur dengan detail-detail kecil dalam kehidupan. Bisa bernafas dengan tenang, bisa tidur nyenyak, bisa makan enak, bisa beraktivitas, bisa menyeruput kopi sambil membaca koran favorit di bawah penyinaran sang mentari merupakan beberapa contoh detail kehidupan yang sering lupa kita syukuri. Mungkin tuhan menyuruh kita intropeksi diri, memperhatikan alam, dan menjaga bumi yang sudah tua renta ini. Sudah saatnya para ‘penjahat lingkungan’ sadar dan jera akan perbuatannya. Marilah berharap lingkungan kita kembali baik sebelum bumi mengeluarkan amarahnya kepada makhluk-makhluk di dalamnya. Sebelum bumi membalas kita semua bak diktator yang kejam terhadap rakyatnya.  

Kita semua pasti masih mencerna apa yang sebenarnya tuhan pesankan untuk ciptaan-ciptaannya, pada intinya semoga warga bumi seperti kita semakin sadar untuk semakin berdamai. Berdamai dengan alam, orang lain, golongan lain, berdamai dengan apapun sehingga bumi ini lebih indah untuk ditinggali dan ia tidak terbebani menampung semua kita.  

Ketikan keyboard, Abiyu Safabakas Pemuka
31 Maret 2020

Comments

Popular posts from this blog

Bocah Lusuh Hilang Arah

Goresan Pena : Abiyu Safabakas Pemuka Celana kecoklatan, muka merah padam Telanjang kaki berpijak pada nasib muram Yang seharusnya dididik agar berpendidikan Tapi malah menjadi buangan ditengah teriknya awan  Dia pelakunya, dia pencurinya, dia yang menentukan nasibku Dia yang merenggut apapun dariku Dia yang berjingkrak kesenangan diatas deritaku Dia yang saat ini mengibas uang hasil korupsi dariku Ketika generasi kami tak lagi terdidik Nasib bangsa ini tak lagi baik Ketika anak menjadi pemulung lumrah kena terik Diterpa hujan sedikit bangsa hancur tercekik

Globalisasi Versus Globalisasi : Upaya Pemertahanan Adat Istiadat dengan Solusi Cerdas Era Global

       Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang sangat heterogen atau beragam. Indonesia juga dikenal sebagai negeri yang   gemah ripah loh jinawi   yang berarti kekayaan alam yang berlimpah. Bukan hanya alamnya, tetapi juga budayanya. Mulai dari suku, agama, ras, etnik, dan banyak unsur sosial lainnya. Dahulu, nenek moyang kita berdamai dengan perbedaan. Banyak peninggalan Hindu, tetapi mayoritasnya muslim. Seiring berjalannya waktu, selaras dengan seleksi alam, keturunan-keturunan nenek moyang ini makin beragam. Akan tetapi tidak makin berdamai. Mungkinkah kita mewujudkan   toto tentrem karto raharjo ? Sebuah ungkapan Bahasa Jawa yang menggambarkan pertiwi masa silam.   Menurut Koen Cakraningrat, adat merupakan suatu bentuk perwujudan kebudayaan yang digambarkan sebagai tata kelakuan. Adat juga merupakan norma atau aturan tidak tertulis namun keberadaannya sangat kuat dan mengikat. Siapapun yang melanggarnya akan dikenai sanksi yang cukup berat. Pada tahun 2018, menurut da

Sosial Berarti Bersama

Sebuah tugas kelas online kala itu Goresan Pena : Abiyu Safabakas Pemuka Memahami pandemi Corona yang menjadi isu sosial  Masyarakat berbondong-bondong membaca berita Entah akhirnya bersiap diri atau memilih tidak percaya Ada pula yang menganggap remeh, nyawa kehendak tuhan tanpa berupaya menjaga Itulah gunanya pengetahuan sebagai lentera Memahami isu yang menjadi masalah masyarakat Isu kesehatan yang juga isu sosial Pentinglah mengerti sosial untuk menyelesaikannya Dalam bidang akademik, semua jenjang kalut  Semua tatap muka raib ditelan bumi, dinding-dinding kelas klasikal    tak berpenghuni membisu Untunglah zaman telah berkembang, menjadikan internet sebagai media menuntut ilmu  Tak perlu terpaku dengan kurikulum, kita belajar hal baru, belajar mengenal untuk melawan Corona virus Pentinglah ilmu yang mengedepankan kesesuaian kondisi Ilmu seperti sosial yang tak melulu soal geografi & ekonomi murni Namun juga bisa diimplementasikan pada hal